Masjid Raya Medan Sumatra Utara


Pada awalnya Masjid Raya Al Mashun dirancang oleh arsitek Belanda Van Erp yang juga merancang istana Maimun, namun kemudian prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah. Sebagian bahan bangunan diimpor antara lain: marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca patri dari Cina dan lampu gantung langsung dari Perancis.
Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan Art Nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh ornamentasi di dalam masjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang sholat utama.[1]JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah. Denah yang persegi delapan ini menghasilkan ruang bagian dalam yang unik tidak seperti masjid-masjid kebanyakan. Empat penjuru masjid masing-masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah utama di atap bangunan utama masjid. Masing-masing beranda dilengkapi dengan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran dengan lantai utama masjid yang ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.
Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela tidak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda maupun jendela-jendela lengkung itu mengingatkan desain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan. Sedangkan kubah masjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan. Kubah utama dikelilingi empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita pada Masjid Raya Banda Aceh. Di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing. Gerbang masjid ini berbentuk bujur sangkar beratap datar. Sedangkan menara masjid berhias paduan antara Mesir, Iran dan Arab.


Masjid Agung Palembang


Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang adalah sebuah masjid paling besar di Kota PalembangSumatera Selatan.
Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni IndonesiaChina dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.
Masjid ini didirikan pada abad ke-18 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama. Saat ini, Masjid Agung Palembang telah menjadi Masjid regional di kawasan ASEAN. Terletak di kawasan 19 Ilir, di mana merupakan salah satu Kampung Asli Palembang dan Arab yang telah lama didiami.


Masjid Raya Banda Aceh



Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid Kesultanan Aceh yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Bangunan indah dan megah yang mirip dengan Taj Mahal di India ini terletak tepat di jantung Kota Banda Aceh dan menjadi titik pusat dari segala kegiatan di Aceh Darussalam.
Sewaktu Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir.
Sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai seni tinggi, Masjid Raya Baiturrahman menjadi objek wisata religi yang mampu membuat setiap wisatawan yang datang berdecak kagum akan sejarah dan keindahan arsitekturnya, di mana Masjid Raya Baiturrahman termasuk salah satu Masjid terindah di Indonesia yang memiliki arsitektur yang memukau, ukiran yang menarik, halaman yang luas dengan kolam pancuran air bergaya Kesultanan Turki Utsmani dan akan sangat terasa sejuk apabila berada di dalam Masjid ini.


Masjid Al-Akbar Surabaya


Masjid Nasional Al Akbar (atau biasa disebut Masjid Agung Surabaya) ialah masjid terbesar kedua di Indonesia yang berlokasi di Kota SurabayaJawa Timur setelah Masjid Istiqlal di Jakarta. Posisi masjid ini berada di samping Jalan Tol Surabaya-Porong. Ciri yang mudah dilihat adalah kubahnya yang besar didampingi 4 kubah kecil yang berwarna biru. Serta memiliki satu menara yang tingginya 99 meter.
Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya dibangun sejak tanggal 4 Agustus 1995, atas gagasan Wali Kota Surabaya saat itu, H. Soenarto Soemoprawiro. Pembangunan Masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno. Namun karena krisis moneter pembangunannya dihentikan sementara waktu. Tahun 1999, masjid ini dibangun lagi dan selesai tahun 2001. Pada 10 November 2000, Masjid ini diresmikan oleh Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid.
Secara fisik, luas bangunan dan fasilitas penunjang MAS adalah 22.300 meter persegi, dengan rincian panjang 147 meter dan lebar 128 meter. Bentuk atap MAS terdiri dari 1 kubah besar yang didukung 4 kubah kecil berbentuk limasan serta 1 menara. Keunikan bentuk kubah MAS ini terletak pada bentuk kubah yang hampir menyerupai setengah telur dengan 1,5 layer yang memiliki tinggi sekitar 27 meter. Untuk menutup kubah, dipergunakan sebuah produk yang juga digunakan di beberapa masjid raya seperti Masjid Raya Selangor di Syah Alam (Malaysia). Ciri lain dari masjid raksasa ini adalah pintu masuk ke dalam ruangan masjid tinggi dan besar dan mihrabnya adalah mihrab masjid terbesar di Indonesia


Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta


Kompleks Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajugpersegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk limas persegi panjang terbuka.
Lantai ruang utama dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.
Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu.
Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid gedhe yang digunakan dalam upacara Jejak Bata pada rangkaian acara Sekaten setiap tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi kangjeng kyai pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.

Masjid Babussalam Sabang


Kota Sabang, begitu terkenal di telinga kita sejak masih duduk dibangku sekolah, namanya muncul dalam salah satu lagu nasional. Kota Sabang berada di Pulau Weh di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, juga dikenal sebagai kota paling barat Indonesia dan ditandai dengan tugu Nol Kilometer di atas sebuah bukit di kota ini.

Meskipun sebenarnya pulau Weh dan kota Sabangnya bukanlah pulau paling barat Indonesia, masih ada Pulau Rondo yang terpencil sendirian di barat laut pulau Sumatera berbatasan laut langsung dengan gugus kepulauan Andaman & Nicobar milik India. Namun karena pulau Rondo muka buminya berupa pulau karang berdinding terjal dan tak berpenghuni, pemerintah Republik Indonesia kemudian menempatkan titik nol Indonesia di Pulau Weh tepatnya di kota Sabang. Pulau Rondo sendiri senantiasa dipantau oleh armada TNI Angkatan Laut.

Masjid Agung Demak


Sejarah[sunting | sunting sumber]

Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gustiyang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.

Arsitektur[sunting | sunting sumber]

Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak termasuk di antaranya adalah Sultan Fattah yang merupakan raja pertama kasultanan demak dan para abdinya. Di kompleks ini juga terdapat Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.
Masjid Agung Demak dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995.

Masjid Agung Jawa Tengah


Keberadaan bangunan masjid ini tak lepas dari Masjid Besar Kauman Semarang. Pembangunan MAJT berawal dari kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah sekian lama tak tentu rimbanya. Raibnya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Kauman seluas 119.127 ha yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM tanah itu di tukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT. Sambirejo. Kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo.
Hasil perjuangan banyak pihak untuk mengembalikan banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang itu ahirnya berbuah manis setelah melalui perjuangan panjang. MAJT sendiri dibangun di atas salah satu petak tanah banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang yang telah kembali tersebut.
Kemudian pembangunan masjid tersebut dimulai pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama RI, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-MunawarKH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto. Pemasangan tiang pancang pertama tersebut juga dihadiri oleh tujuh duta besar dari negara-negara sahabat, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Mesir, Palestina, dan Abu Dhabi. Dengan demikian mata dan perhatian dunia internasional pun mendukung dibangunnya Masjid Agung Jawa Tengah tersebut.Pada tanggal 6 Juni 2001, Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah untuk menangani masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan: status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan tapak dan program ruang.
MAJT diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas areal tanah 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk salat 7.669 meter persegi secara keseluruhan pembangunan Masjid ini menelan biaya sebesar Rp 198.692.340.000.
Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 November 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah Salat Jumat untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, (Kakanwil Depag Jawa